Gonjang-ganjing perberasan belakangan ini
mengindikasikan bahwa ketahanan pangan kita masih lemah. Ketahanan
pangan di masa kini menjadi hal yang sangat krusial di semua negara di seluruh
penjuru bumi. Hal ini seiring
dengan bertambahnya penduduk yang begitu cepat sementara produksi pangan
bergerak lambat akibat berbagai gangguan, diantaranya perubahan iklim.
World
Trade Organization
(WTO) juga selalu
mengingatkan pentingnya penanganan ketahanan pangan dunia. Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo juga baru saja memerintahkan para Kepala Desa untuk menyisihkan sebagian
Dana Desa untuk ketahanan pangan. Bahkan dalam ajaran Tuhan juga telah memberikan amanah betapa pentingnya mengembangkan prinsip-prinsip ketahanan pangan ini.
Ajaran
Tuhan tentang ketahanan pangan ini bisa kita lihat pada kisah Nabi Yusuf yang diceritakan dalam kitabulloh Alqur’anulkarim,
Surat Yusuf. Dalam surat ini diceritakan, bahwa Raja Mesir, Al Aziz, bermimpi melihat 7 ekor sapi
betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh 7 ekor sapi betina yang kurus-kurus, dan 7
bulir gandum yang hijau dan 7 bulir yang kering. Dalam pandangan Nabi Yusuf hal
di atas bermakna bahwa negeri Mesir akan mengalami musim penghujan selama tujuh
tahun (masa-masa kemakmuran) yang akan diikuti 7 tahun musim kemarau yang
merupakan masa-masa sulit.
Kisah
selanjutnya (dalam beberapa tafsir) Nabi Yusuf diangkat menjadi bendahara Negara
(menteri keuangan). Dalam tafsir lain ada yang menyebutkan mengurus hasil bumi
(menteri pertanian, menteri perdagangan, kabulog) - ayat 55: Berkata
Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." Sebelumnya,
di ayat 54 disebutkan : Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku
memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku." Maka tatkala raja telah
bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari
ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi
kami."
Di
ayat 54 tersebut, diterangkan bahwa Nabi Yusuf memiliki kedudukan yang tinggi
lagi dipercaya. Kalau di era sekarang mungkin Menteri Utama atau Menteri
Koordinator (Menko). Melalui kedudukannya yang berkuasa penuh sebagai
menteri keuangan dan sekaligus menteri pertanian, perdagangan,
kabulog, Nabi Yusuf
mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka mengelola ketahanan pangan.
Pertama, strategi produksi dalam negeri. Termuat dalam ayat 47: Yusuf
berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa;
maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk
kamu makan. Di
ayat ini, Nabi Yusuf
mengintruksikan agar selama 7 tahun musim penghujan masyarakat dibawah
bimbingan Negara melakukan gerakan bertanam untuk mencapai produksi yang
setingi-tingginya. Kedua, strategi food stocking atau lumbung pangan. Dalam
ayat 47 diatas
dan
dilanjutkan di ayat
48
: Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit,
yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit),
kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Ke 2 ayat tersebut menerangkan
secara tersirat agar produksi yang
dihasilkan disimpan oleh Negara sebagai cadangan pangan pemerintah, dimana pada
saat paceklik cadangan pangan pemerintah tersebut dapat disalurkan kepada
seluruh rakyat di negeri itu.
Ketiga, strategi penanganan pasca panen. Masih dalam ayat yang sama
(47), strategi pasca
panen ini disebutkan agar panen yang diperoleh disimpan dalam bentuk bulir. Hal
ini tentu akan lebih awet dan tahan lama. Di masa sekarang menyimpan padi dalam
bentuk gabah atau dengan malainya jauh lebih awet disbanding menyimpan dalam
bentuk beras.
Keempat, strategi penghematan. Masih di
ayat (47), juga
diterangkan bahwa masyarakat agar berlaku tidak boros dengan
mengkonsumsi bahan pangan seperlunya atau sedikit saja, sehingga untuk
keperluan 7 tahun di masa sulit nantinya masih bisa terpenuhi.
Dengan
demikian, menyimak uraian di atas melalui peran Nabi Yusuf selaku menteri
Negara (Menteri
Utama, Menko) dan bersama Raja
Mesir, maka membangun ketahanan pangan merupakan ajaran Tuhan dan perintah agama
yang harus ditaati oleh manusia, terutama oleh pemimpin-pemimpin Negara.
Lalu, bagaimana peran Negara (pemimpin) dalam pembangunan
ketahanan pangan yang dilandasi atas dasar ajaran Tuhan
dan perintah agama?
Bagi
Negara kita, Indonesia, dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan
bahwa diantara tugas Negara adalah
memajukan kesejahteraan umum. Dalam hal ini salah satunya adalah urusan pangan. Sejalan dengan tugas Negara yang tercantum
dalam UUD 1945 dan ajaran agama yang termuat dalam Al Qur’an Surat Yusuf di
atas sudah semestinya Negara berperan aktif membangun ketahanan pangan dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
Pertama, mengedepankan kekuatan sendiri
dengan bertumpu pada peningkatan produksi dalam negeri dan menghindarkan
ketergantungan pada pangan impor. Ketergantungan pada pangan impor akan selalu
menimbulkan permasalahan dan hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu,
baik melalui korupsi, manipulasi, penyelundupan dan lain-lain. Kedua, memperbaiki penanganan pasca
panen untuk menekan kehilangan hasil. Di Indonesia kehilangan hasil masih cukup
tinggi, masih di atas 20% khususnya padi.
Ketiga, food stocking dalam hal ini pengelolaan lumbung pangan sebagai cadangan
pangan pemerintah secara akuntabel dan transparan baik dari sisi kuantitas
maupun kualitas. Dalam hal kualitas, kita masih disibukkan oleh buruknya mutu beras untuk orang miskin yang mestinya
tidak perlu terjadi. Untuk kuantitas masih banyak pihak yang meragukan tentang validitas
datanya. .
Kempat,
kejujuran. Kejujuran merupakan aspek penting dalam pengamalan agama atau ajaran
Tuhan. Oleh karena itu, dalam mengelola ketahanan pangan harus dilandasi atas
data-data produksi pangan secara valid dan jujur jauh dari manipulasi apalagi mark up, yang semata-mata hanya demi kepentingan safety jabatan.(By
Sukadiyono)